Jumat, 20 September 2013

I Love Indonesia

Indonesia, sebuah negara besar, baik dari luas wilayah maupun dari jumlah penduduk. Kaya dengan hasil bumi, sampai dikatakan gemah ripah loh jinawi. Jumlah penduduknya terbesar nomor 4 di dunia, dan no. 3 di Asia setelah Tiongkok dan India. Tapi saya mendapati seringkali di saat ada pendaftaran untuk suatu kegiatan, atau pilihan bahasa yang bisa diunduh, tak ada nama Indonesia di sana. Malah negara dengan penduduk kecil semacam Norwegia bisa muncul. Bahasa Tamil, Marathi, Thailand pun bisa muncul, tapi tidak ada bahasa Indonesia. Apa yang salah dengan Indonesia?

Tantangan utama Indonesia ialah wilayahnya yang terdiri dari 17508 pulau, dipisahkan oleh laut dan selat, serta penduduknya yang terdiri lebih dari 300 suku bangsa. Dengan jarak dari Sabang sampai Merauke 5236 km, adalah lebih jauh dari jarak Boston, Amerika Serikat, dengan Lisbon di Portugal, yang mana jaraknya melintasi Samudra Atlantik. Masalah perbedaan bahasa, dengan adanya bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, praktis hampir semua warga Indonesia bisa berbahasa Indonesia.
Beberapa saat lalu digembar-gemborkan adanya visi Indonesia 2030 yang mana GDP per kapita Indonesia mencapai $18000 dan masuk dalam 5 besar ekonomi dunia. Indonesia kini masuk di dalam apa yang disebut Emerging seven (E7), yang diperkirakan makin kecil jaraknya dan lalu mengungguli negara G7. Mengenai bisa tidaknya mencapai angka itu dikesampingkan. Sekarang saya mau membahas dalam hal apa Indonesia harus berbenah dalam tahun-tahun ke depannya. Pendapatan per kapita Indonesia sudah kalah dengan Malaysia dan Thailand, meski masih menang dari Vietnam dan Filipina.
Sumber Daya Alam, tak diragukan. Jumlah penduduk, banyak. Tinggal kualitasnya yang masih dipertanyakan. Saya ada saran mengenai apa yang mesti dilakukan dalam beberapa tahun ke depan, memang ini hanyalah saran dari orang awam yang bukan ahli. Bila ada komentar silakan ditulis di bawah. 

Pertama, pembangunan prasarana, meliputi angkutan, perhubungan, telekomunikasi, air bersih, dan listrik. Jalanan yang macet di kota besar dan antar kota, terutama waktu mudik, perlu ditanggulangi. Pembangunan jalan bebas hambatan seperti di Malaysia dan Tiongkok adalah sangat perlu di Jawa. Ditambah pembangunan jembatan Jawa-Bali/Jawa-Sumatra/Sumatra-Malaysia dan jaringan kereta api cepat. Saya yakin jarak Jakarta-Surabaya bisa ditempuh dalam tak sampai 4 jam, bukan 10 jam seperti sekarang, atau 1 hari 1 malam kalau naik kelas ekonomi. Bila kecepatan kereta bisa dipacu hingga lebih dari 300 km/jam seperti kereta Beijing-Tianjin, maka saya yakin hanya 2 setengah jam saja sudah bisa sampai. Bila sudah demikian, maka kereta api bisa bersaing dengan pesawat terbang, mengingat stasiun kereta ada di tengah kota. Pembangunan kereta metro di Jakarta sudah semestinya dipercepat. Saya kecewa ketika mendengar MRT Jakarta cuma 14.5 km panjangnya dan pembangunannya baru saja mulai. Beda sekali dengan Beijing yang akan membuka 12 jalur lagi dalam 5 tahun ke depan, sehingga total jalur menjadi 20+. Panjang jalur kereta metro bertambah dari 226 km sekarang menjadi 561 km pada 2015. Pertambahan 335 km! Hampir sejauh separuh jarak Jakarta-Surabaya! Bila negara Tiongkok atau Malaysia bisa membangun highway, saya yakin Indonesia juga bisa membangun jalan trans-Kalimantan/Papua/jalan tol di sepanjang pulau Jawa/Sumatra serta rel lintas Sumatra/Sulawesi/Kalimantan. Setelah itu baru memikirkan jembatan/terowongan Sumatra-Malaysia atau Sumatra-Jawa. Sampai kini masih banyak tempat yang tidak terjangkau mobil, hanya bisa dengan pesawat terbang. Sampai-sampai BBM dan semen untuk membangun pun diangkut oleh pesawat! Listrik juga mesti dijaga agar jangan sampai kekurangan.
Kedua, pendidikan. Kualitas universitas mesti ditingkatkan sehingga bisa berbicara di tingkat Asia. India saja bisa, mengapa Indonesia tidak? Dengan dana pendidikan yang mencapai 20% APBN, saya kira mungkin untuk membangun prasarana sekolah, laboratorium, pusat penelitian, dan meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Pusat-pusat penelitian mesti dikembangkan tersebar di segenap penjuru negeri, supaya terjadi persaingan di antara pusat penelitian dalam negeri. Tak hanya ilmu alam, ilmu sosial, budaya, dan seni pun mesti dikembangkan. Tak perlu banyak studi banding, uangnya lebih baik untuk memberi beasiswa keluar negeri. Kazakhstan tiap tahun mengirim banyak sekali mahasiswa ke segenap penjurun dunia. Padahal Kazakhstan hanya berpenduduk 16 juta, kalah banyak dengan penduduk Jabodetabek. Kualitas pendidikan mesti diratakan di seantero negeri, maka adanya ujian nasional adalah tak terelakkan. Hal ini tak bisa terlihat dalam jangka pendek, tapi manfaatnya akan terlihat dalam jangka panjang.

Ketiga, keamanan. Baik tindak kriminal maupun keamanan lalu-lintas. Keamanan penerbangan mesti diutamakan, mengingat kebanyakan turis datang lewat udara. Mesti pula dibuka jalur-jalur penerbangan ke tempat-tempat wisata. Bila tak ada bandara, buat bandara baru! Supaya tak perlu menghabiskan waktu di perjalanan laut/darat. Bila sudah demikian, tinggal mengajak investor untuk membangun resort atau hotel di tempat-tempat wisata, maka pelancong pun akan berdatangan sendiri.

Selebihnya seperti banjir atau air bersih, tiap pemerintah daerah mesti didorong untuk menyediakannya sendiri. Kesehatan masyarakat, polusi, saya kira bisa dinomorduakan dulu, mengingat tak bisa semua hal dijalankan dengan kekuatan penuh. Sekian saja dulu, kalau ada ide kulanjutkan lagi. Ada masukan?

Tidak ada komentar :

Posting Komentar