Indonesia, sebuah negara besar, baik dari luas wilayah maupun dari jumlah penduduk. Kaya dengan hasil bumi, sampai dikatakan gemah ripah loh jinawi.
Jumlah penduduknya terbesar nomor 4 di dunia, dan no. 3 di Asia setelah
Tiongkok dan India. Tapi saya mendapati seringkali di saat ada
pendaftaran untuk suatu kegiatan, atau pilihan bahasa yang bisa diunduh,
tak ada nama Indonesia di sana. Malah negara dengan penduduk kecil
semacam Norwegia bisa muncul. Bahasa Tamil, Marathi, Thailand pun bisa
muncul, tapi tidak ada bahasa Indonesia. Apa yang salah dengan
Indonesia?
Tantangan utama Indonesia ialah wilayahnya yang terdiri dari 17508
pulau, dipisahkan oleh laut dan selat, serta penduduknya yang terdiri
lebih dari 300 suku bangsa. Dengan jarak dari Sabang sampai Merauke 5236 km, adalah lebih jauh
dari jarak Boston, Amerika Serikat, dengan Lisbon di Portugal, yang
mana jaraknya melintasi Samudra Atlantik. Masalah perbedaan bahasa,
dengan adanya bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, praktis hampir
semua warga Indonesia bisa berbahasa Indonesia.
Beberapa saat lalu digembar-gemborkan adanya visi Indonesia 2030
yang mana GDP per kapita Indonesia mencapai $18000 dan masuk dalam 5
besar ekonomi dunia. Indonesia kini masuk di dalam apa yang disebut
Emerging seven (E7), yang diperkirakan makin kecil jaraknya dan lalu
mengungguli negara G7. Mengenai bisa tidaknya mencapai angka itu
dikesampingkan. Sekarang saya mau membahas dalam hal apa Indonesia harus
berbenah dalam tahun-tahun ke depannya. Pendapatan per kapita Indonesia
sudah kalah dengan Malaysia dan Thailand, meski masih menang dari
Vietnam dan Filipina.
Sumber Daya Alam, tak diragukan. Jumlah penduduk, banyak. Tinggal
kualitasnya yang masih dipertanyakan. Saya ada saran mengenai apa yang
mesti dilakukan dalam beberapa tahun ke depan, memang ini hanyalah saran
dari orang awam yang bukan ahli. Bila ada komentar silakan ditulis di
bawah.
Pertama, pembangunan prasarana, meliputi angkutan, perhubungan,
telekomunikasi, air bersih, dan listrik. Jalanan yang macet di kota
besar dan antar kota, terutama waktu mudik, perlu ditanggulangi.
Pembangunan jalan bebas hambatan seperti di Malaysia dan Tiongkok adalah
sangat perlu di Jawa. Ditambah pembangunan jembatan
Jawa-Bali/Jawa-Sumatra/Sumatra-Malaysia dan jaringan kereta api cepat.
Saya yakin jarak Jakarta-Surabaya bisa ditempuh dalam tak sampai 4 jam,
bukan 10 jam seperti sekarang, atau 1 hari 1 malam kalau naik kelas
ekonomi. Bila kecepatan kereta bisa dipacu hingga lebih dari 300 km/jam
seperti kereta Beijing-Tianjin, maka saya yakin hanya 2 setengah jam
saja sudah bisa sampai. Bila sudah demikian, maka kereta api bisa
bersaing dengan pesawat terbang, mengingat stasiun kereta ada di tengah
kota. Pembangunan kereta metro di Jakarta sudah semestinya dipercepat.
Saya kecewa ketika mendengar MRT Jakarta cuma 14.5 km panjangnya dan
pembangunannya baru saja mulai. Beda sekali dengan Beijing yang akan
membuka 12 jalur lagi dalam 5 tahun ke depan, sehingga total jalur
menjadi 20+. Panjang jalur kereta metro bertambah dari 226 km sekarang
menjadi 561 km pada 2015. Pertambahan 335 km! Hampir sejauh separuh
jarak Jakarta-Surabaya! Bila negara Tiongkok atau Malaysia bisa
membangun highway, saya yakin Indonesia juga bisa membangun
jalan trans-Kalimantan/Papua/jalan tol di sepanjang pulau Jawa/Sumatra
serta rel lintas Sumatra/Sulawesi/Kalimantan. Setelah itu baru
memikirkan jembatan/terowongan Sumatra-Malaysia atau Sumatra-Jawa.
Sampai kini masih banyak tempat yang tidak terjangkau mobil, hanya bisa
dengan pesawat terbang. Sampai-sampai BBM dan semen untuk membangun pun
diangkut oleh pesawat! Listrik juga mesti dijaga agar jangan sampai
kekurangan.
Kedua, pendidikan. Kualitas universitas mesti ditingkatkan sehingga
bisa berbicara di tingkat Asia. India saja bisa, mengapa Indonesia
tidak? Dengan dana pendidikan yang mencapai 20% APBN, saya kira mungkin
untuk membangun prasarana sekolah, laboratorium, pusat penelitian, dan
meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Pusat-pusat penelitian mesti
dikembangkan tersebar di segenap penjuru negeri, supaya terjadi
persaingan di antara pusat penelitian dalam negeri. Tak hanya ilmu alam,
ilmu sosial, budaya, dan seni pun mesti dikembangkan. Tak perlu banyak
studi banding, uangnya lebih baik untuk memberi beasiswa keluar negeri.
Kazakhstan tiap tahun mengirim banyak sekali mahasiswa ke segenap
penjurun dunia. Padahal Kazakhstan hanya berpenduduk 16 juta, kalah
banyak dengan penduduk Jabodetabek. Kualitas pendidikan mesti diratakan
di seantero negeri, maka adanya ujian nasional adalah tak terelakkan.
Hal ini tak bisa terlihat dalam jangka pendek, tapi manfaatnya akan
terlihat dalam jangka panjang.
Ketiga, keamanan. Baik tindak kriminal maupun keamanan lalu-lintas.
Keamanan penerbangan mesti diutamakan, mengingat kebanyakan turis datang
lewat udara. Mesti pula dibuka jalur-jalur penerbangan ke tempat-tempat
wisata. Bila tak ada bandara, buat bandara baru! Supaya tak perlu
menghabiskan waktu di perjalanan laut/darat. Bila sudah demikian,
tinggal mengajak investor untuk membangun resort atau hotel di
tempat-tempat wisata, maka pelancong pun akan berdatangan sendiri.
Selebihnya seperti banjir atau air bersih, tiap pemerintah daerah
mesti didorong untuk menyediakannya sendiri. Kesehatan masyarakat,
polusi, saya kira bisa dinomorduakan dulu, mengingat tak bisa semua hal
dijalankan dengan kekuatan penuh. Sekian saja dulu, kalau ada ide
kulanjutkan lagi. Ada masukan?
Tidak ada komentar :
Posting Komentar